Gunung Bawakaraeng : Pendakian Pertama 2830 mdpl
Bismillahirrahmanirrahim. Tulisan ini adalah sebuah usaha untuk menangkap momen pendakian pertama saya dengan tulisan :)
“ayo pergi mendaki eh”
“ayo, kapan? Serius?”
“Bulan ini kayaknya, jadi kau perbanyak tc terus nanti kita tc satu kali sama sama”
“Perlengkapannya iya bagaimana?”
“Siapkan saja perlengkapan pribadi mu”
“Oke, siap”
23 Juni 2019 Setelah shalat subuh, Perjalanan Makassar — Lembanna
Udara pagi sejuk dan dingin, jalanan yang berbelok dan pepohonan pinus menyambut kami mendahului tugu selamat datang di Malino, Maros. Sekitar pukul 7 pagi kita tiba di desa terakhir gunung bawakaraeng, Lembanna. Pendakian ini adalah pendakian pertama saya ditemani oleh teman-teman saya yang aneh tapi nyata yaitu Appi sebagai leader pendakian kali ini, aco sebagai seksi dokumentasi , wisnu sebagai pelengkap, Rahman sebagai pelawak, dan izzah sebagai teman cewek satu-satunya di pendakian kali ini.
Kenapa mau pergi mendaki?
Actually, I like to go on trip so much. Apalagi tempat yang belum pernah kukunjungi sebelumnya, terlebih lagi ke gunung yang kata orang-orang “ Puncak hanya salah satu tujuan, tapi perjalanan ke puncak yang lebih berarti” aseekkk dan banyak lagi quote” anak gunung dari novel 5 cm yang super terkenal (walaupun belum saya baca) yang membuat saya penasaran hingga akhirnya datang kesempatan nanjak langsung saya terima dong gaes gak pake mikir dua kali.
Sesampainya di lembanna kami langsung mencari rumah warga sekitar untuk memarkir motor kami. Di rumah warga ini kita bisalah duduk-duduk sebentar untuk meluruskan badan setelah perjalanan naik motor sekitar 2 jam dari kota Makassar. Sebelum meninggalkan rumah warga dan menuju titik start pendakian jangan lupa cek barang- barang dan sadel motornya yah jangan sampai ada yang kelupaan. Di sekitar titik start banyak pendaki yang nge camp ada yang mau ke puncak bawakaraeng sama seperti kami, ada juga yang mau ke lembah ramma, dan ada juga yang hanya ingin camp di lembanna.
Pukul 7 lewat lewat sedikit
Terlihat papan penanda yang menunjukkan jalur pendakian sekaligus titik start pendakian bawakaraeng sambil berkata dalam hati “bismillah, akhirnya mendaki gaeeeess haha”. Dari titik start ke pos 1 wajah saya masih cerah dan ceria karna treknya masih agak landai walaupun panjang sekali dan banyak aliran air di sepanjang jalur. Pos 1 tempatnya terbuka dan terdapat percabangan menuju lembah ramma, kami istirahat sekitar 5 menit kemudian langsung melanjutkan perjalanan menuju ke pos 2.
Saya masih semangat dan ceria masih bisa ketawa dan bicara terus karena lagi lagi masih agak landai, sekitar 30 menit kami sudah tiba di pos 2 yang ada sumber airnya berupa sungai yang mengalir dan disini kalian bisa mengisi botol sebagai bekal sampai pos 5 dan kabar buruk nya telur kami pecah dan sisa beberapa biji padahal sudah ditaruh di botol tapi ternyata masih kurang aman. Huft…
Saya mulai memikirkan makanan. Makan apa yah nanti? Masaknya seperti apa yah ? Berhubung saya juga belum pernah nge camp sebelumnya. This is really the first time to me, oleh karena itu saya agak norak karena excited dengan banyak hal seperti perjalanan dari pos 2 ke pos 3. Saya sudah mencari tahu sedikit tentang gunung bawakaraeng sebelum hari pendakian tiba, awalnya cuman mau mencari tahu soal apa-apa saja yang dilakukan dan harus dipersiapkan selama pendakian tapi mbah google selalu menampilkan hal hal mistis bawakaraeng termasuk cerita pos 3 yang katanya pernah ada insiden pendaki cewek bernama Noni yang gantung diri di pos ini dan menjadi hantu gentayangan yang hits seantero bawakaraeng.
Pict 1. Jalur menuju pos 3
Setelah menempuh jalur sekitar 30–40 menit saya sampe di pos 3 and nothing special really wkwk. Pos 3 hanya berupa hutan — hutan terbuka, saya singgah duduk sebentar dan mulai berjalan se santai mungkin agar tenaga saya masih cukup sampai pos 10 nanti, kami berencana camp di pos 10. Jangan lupa foto — foto guys soalnya perjalanan dari pos 3 ke 4 cukup menarik karena melewati hutan lumut, tingkat kelembapannya terasa cukup tinggi selama menuju pos 4.
Sesampai di pos 4 kami duduk sebentar dan bercakap — cakap dengan pendaki lain. Saya sempat terheran — heran kenapa orang di gunung selalu sok kenal seperti saling menyapa satu sama lain dan saling menyemangati walaupun sama sekali tidak kenal. Bahkan mereka kadang bertanya — tanya lebih jauh dan mengajak kita singgah dan menawarkan makanan atau minuman, rupanya itu sudah menjadi budaya naik gunung di indonesia kata teman saya.
A few minute later, kita akhirnya sampai di pos 5 dan istirahat cukup lama karna makan siang dan shalat terlebih dahulu. Sudah setengah perjalanan tapi tanjakan di depan pos 5 sangat menganggu pikiran saya karena tidak ada landai-landai nya sama sekali. Katanya, setelah pos 5 pendakian yang sesungguhnya akan dimulai, saya sudah mulai deg deg serrrr.
Pict 2. Jalur antara pos 5 dan 6
Pendakian pun dilanjutkan akan tetapi baru beberapa menit berjalan saya sudah ngos-ngosan dan akhirnya sudah mulai panik dan tidak percaya diri masih bisa mendaki lagi atau tidak. Tapi untungnya teman saya tidak buru- buru sama sekali katanya yang penting itu bukan puncak tapi perjalanan nya asekkk.
Kami mulai berjalan lambat dan saya sudah sering sekali dibohongi dengan kata kata “SEDIKIT LAGI”, “KELIATAN MI WE ITU MI DIATAS” sungguh harapan harapan palsu yang tetap saya percaya sampai terakhir. Di pertengahan pos 6 ke 7 saya keliatan pucat dan akhirnya singgah di jalur untuk makan dan minum, capeknya terasa banget sampai ngomong pun gak sanggup lagi. Kemudian saya di iming — imingi dengan keindahan pos 7 agar semangat jalan, saya berjalan sangat lambat dan mulai berhenti setiap beberapa menit berjalan. Ternyata, keindahan pos 7 bukan harapan palsu pemandangan disini benar-benar cantik walaupun agak berkabut, saya sudah mulai berekspektasi tinggi bagaimana cantiknya puncak nanti.
Pict 3. Pos 7 (Rahman in Frame)
Malam mulai datang dan udara mulai terasa dingin. Perjalanan dari pos 7 ke pos 8 luar biasa panjangnya pertama jalanannya menurun sehingga saya agak cepat tapi setelah setengah jam jalur Kembali mendaki dan mendaki terus. Sampai pukul 18.00 kami masih di perjalanan menuju pos 8. Ada sedikit kekecewaan karena tidak bisa melihat sunset di puncak.
Setelah 2 jam berjalan, akhirnya sampai di pos 8. Kami memutuskan untuk camp disini karena fisik yang sudah tidak mampu. Udara dingin semakin mencekam, sebenarnya yang paling saya takuti dari mendaki adalah udara dingin yang bisa menyebabkan hipotermia. Tangan sudah terasa sangat kaku dan saya pun mencoba segala hal agar bisa mendapatkan kehangatan. Berhubung tak ada juga yang bisa saya harapkan untuk memberi kehangatan hehe. Saya memakai SB, kaus kaki, kaus tangan, minum kopi panas yang kalau ditinggal semenit akan jadi kopi hangat dan kalau ditinggal semenit lagi akan jadi kopi biasa dan jika ditinggal lebih lama lagi akan jadi es kopi seketika. Malam semakin dalam dan waktunya istirahat, jangan lupa istirahat yang cukup biar besok bisa melanjutkan perjalanan lagi.
Pict 4. Camp di pos 8
Pagi pun tiba, sekitar pukul 8 dan dimulai juga dari pos 8 kami melanjutkan Kembali perjalanan menuju puncak gunung bawakaraeng. Kali ini kami meninggalkan Sebagian besar barang kami di tenda, kami hanya membawa tumbler masing masing dan barang penting lainnya seperti dompet dan hp. Saya sempat bertanya tanya apa tidak berbahaya meninggalkan barang kita begitu saja, teman saya bilang “siapa juga mau bawa turun itu kalau nacuri, beratnya itu”, iya juga sih. Udara masih sangat dingin tapi setelah berjalan beberapa menit walaupun sering kali singgah akhirnya udara dingin tidak lagi terlalu terasa. Akhirnya pukul 10, kami sampai di pos 10 yaitu pos terakhir dan lautan awan sudah terlihat. Masya Allah cantik sekali guyssss, setelah itu kita langsung menuju puncak.
Pict.5 Lautan awan
Finally, kami sampai di puncak dan foto — foto sampai bosan hehehe walaupun tidak bertemu sunset dan sunrise di puncak tapi cuaca sangat cerah dan langit berwarna biru sebiru hatiku. Setelah puas berfoto ria, kita turun Kembali ke pos 8 dan saya merasa jalan pulang ke pos 8 terasa cepat dibandingkan saat pergi tadi. Jalan pulang selalu terasa lebih dekat ~~~
Pict 6. Puncak Gunung Bawakaraeng (Team)
Setelah sampai di pos 8 kami makan terlebih dahulu walaupun hanya ubi dan tempe goreng dan telur rebus karena teman saya sangat pintar sehingga tidak membawa nasi atau indomie sama sekali, alhasil selama pendakian ini kami terus menerus mengeluarkan gas beraroma menarik akibat makan ubi dan telur saja, kemudian malas malasan dulu lalu dilanjut shalat dan kemudian beres — beres pulang. Ada kesenangan sendiri saat mendengar kata pulang tapi rasa nya enak juga berlama lama di alam, jadi dilema ☹. Perjalanan pulang terasa lebih singkat akan tetapi pos 8 ke 7 tidak ada singkat — singkatnya gaes, betul betul bikin tidak berhenti mengeluh. Kami bertemu sunset di jalur antara pos 6 dan 5 dan untungnya tempatnya sangat terbuka sehingga sunset sempat juga memamerkan keindahannya di depan mata kami.
Pict 7. Sunset pos 5
Semua masih aman walaupun langit sudah mulai gelap dan jalur tidak lagi terlihat jelas sehingga kami harus berjalan menggunakan senter. Masalah mulai muncul saat di pos 4 kaki saya keseleo dan terasa sangat pegal, rupanya sepatu saya kurang pas sehingga saat turunan terasa sangat sakit. Saya mulai berjalan sangat lambat dan teman — teman yang lain sudah berjalan jauh di depan, kecuali appi yang harus selalu paling belakang. Setelah berjalan dengan sangat pelan akhirnya pukul 11 malam kami sampai di desa lembanna dan segera berlari Ketika melihat warung terdekat yang buka. Alhamdulillah, walau sempat mengalami trouble dengan kaki saya yang sakit untungnya masih bisa bertahan sampai pulang dong. Kami pulang ke makassar sekitar pukul 3 pagi diakibatkan motor teman saya bannya bocor dan semua tempat tambal ban sudah tutup gaes. Alhamdulillah, Kami sampai dengan selamat di makassar sekitar pukul 5 pagi.
Teman saya bertanya, “ Jadi masih mauko pergi mendaki lagi ini asti?”
Spontan saja saya menjawab “ Masih dong, kapan lagi?” wkwk setelah sampai di makassar saya merasa 3 hari yang penuh susah payah itu menjadi liburan yang paling seru dan paling ingin saya ulangi. Betul juga kata orang — orang puncak memang jadi titik tujuan tapi hal — hal paling berkesan kita temui di perjalanan, seperti telur pecah di pos 2, rebutan gula merah di pos 6, putus asa di pos 8, Rahman yang tidak berhenti mereceh dari pos 6 sampai 5, es kopi dan sosis beku, susahnya boker di gunung , dinginnya kena air saat wudhu di pos 8, kentut yang terlalu intens akibat ubi plus aroma menarik akibat telur, dan bahagianya saat sampai dengan selamat.
Semoga akan selalu ada pendakian berikutnya, karena saya tahu akan ada lagi keseruan lainnya. Walaupun capek tapi hanya beberapa hari, kenangan indahnya bisa bertahan sampai akhir hayat.
Bonus (pict to remember) izzah and appi in frame
Pict. 8 Double carrier
Dibalik kisah seru di atas ada juga hal yang memilukan seperti foto di bawah ini adalah pos 8 bawakaraeng yang sering dijadikan tempat camp. Waktu saya kesana sampah berserakan seperti di gambar di bawah. Barang yang kita bawa adalah tanggung jawab kita sebaiknya teman-teman tidak meninggalkan jejak selain foto dan cerita, gunung bukan tempat sampah.
Pict. 9 dan 10 sampah di pos 8